KH Maruf Amin: Hati-hati, Jangan Sampai Jadi “Kiai Gerhana”

Tangerang – Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengibaratkan ulama atau kiai seperti bulan. Ia sebenarnya tidak punya sinar sendiri, melainkan memantulkan cahaya dari matahari.
Artinya, kiai punya cahaya karena mendapat pantulan cahaya dari Rasulullah Muhammad SAW.
“Ulama itu seperti bulan, tidak punya sinar, tapi punya pantulan dari Rasulullah,” kata Kiai Ma’ruf saat menghadiri peringatan Maulid Nabi di Masjid Jamik Baitul Muhtadi di Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu malam, 9 Nopember 2019.
Kiai Ma’ruf mengingatkan seluruh ulama dan kiai untuk benar-benar mengamalkan sikap, perilaku, dan ilmu seperti diajarkan Nabi Muhammad sehingga tidak menjadi “kiai gerhana” yakni kiai yang tidak meneladani ilmu dari Rasulullah.
“Kalau ada ulama yang tidak mengamalkan ilmunya Rasulullah, maka sinarnya terhalang, makanya nantinya jadi ‘kiai gerhana’. Jadi hati-hati jadi kiai, jangan sampai jadi ‘kiai gerhana’,” tegasnya.
Para ulama, menurut Kiai Ma’ruf adalah cerminan dari Nabi Muhammad.
“Ulama yang meneruskan Rasulullah, karena ulama itu pewaris nabi, jadi melanjutkan. Ulama yang satu wafat, muncul ulama lagi, akan terus menerus saja begitu,” tukasnya.
Selain harus mewaspadai adanya “kiai gerhana”, Kiai Ma’ruf juga mengatakan masyarakat harus berhati-hati dengan orang yang mengaku-aku sebagai ulama tetapi tidak pernah mendalami ilmu agama Islam di sekolah pesantren.
“Sekarang banyak juga ulama, tapi tidak pernah mondok, tidak paham baca kitab tapi jadi kiai. Ini bahaya, karena apa? Karena dia tidak paham, tidak mengerti agama (Islam, red.),” kata dia.
Karena itu, Kiai Ma’ruf berpesan kepada masyarakat di Kampung Tegal Kamal, Desa Renged, Kecamatan Kresek, untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke pesantren supaya terjadi regenerasi ulama yang baik dan mengerti tentang agama Islam.
“Kalau punya anak tiga, satu jangan lupa dikirim ke pesantren supaya bisa jadi kiai. Tapi yang dikirim ke pesantren itu anak yang paling pintar supaya jadi kiai pintar, jangan paling bodoh dikirim ke pesantren, nanti kiainya kiai bodoh,” ujarnya. (shir/onk)