Kongres PMII XVIII
PMII dari Pertarungan Ideologi Menuju Pertarungan Konstitusi
Surabaya – Kandidat Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Erfandi menyatakan, perjuangan PMII saat ini harus mulai bergerak ke hal-hal yang lebih praktis. Yakni dari pertarungan ideologi menuju pertarungan konstitusi.
Hal itu disampaikan Erfandi, di acara “˜Forum Rembuk Sahabat” Pondok Budaya IKON, di Coffee Toffee JX Internasional Jatim Expo Surabaya, Jumat 16 Mei 2014.
“Saya setuju sekarang ini memang terjadi pertarungan ideologi,” kata Erfan di hadapan ratusan kader PMII. Namun, menurutnya, orang luar sekarang sudah mulai menggempur ideologi bangsa Indonesia melalui konstitusi.
“Mereka masuk melalui UUD dan UU. Sebab ini sarana paling efektif memasukan paham-paham baru,’ tegasnya.
Dia menyebutkan pengalamannya selama menjadi staf ahli di Komisi IV DPR RI, yakni ketika yang dirancang komisi yang membidangi pertanian, kelauatan, kehutanan dan pangan, ini merancang sebuah undang-undang.
Dalam penjelasan pasal 50, muncul aturan yang merugikan warga nahdliyin yang mayoritas pertani.
Di sana disebutkan bahwa setiap hasil kebun itu wajib inpor. “Ini konsekuensi logisnya adalah hasil petani kita akan murah. Maka yang jadi korban adalah (kader) PMII yang mayoritas anaknya orang petani,” tandasnya.
“Ini yang perlu diantisiasi PMII kedepan,” imbuh ketua LPBH PB PMII ini
Contoh lain adalah adanya UU Sisdiknas, yang jelas-jelas sudah mendikotomi pendidikan umum dan agama. “Dengan begitu maka jelas sekali ini merugikan hak rakyat yang tidak mampu,” ujarnya.
Terkait format perjuangan dalam konteks pertarungan konstitusi tersebut, menurut Erfandi, bisa dilakukan melalui perjuangan sinergi antara PMII dengan semua alumni PMII yang duduk di kursi Legislatif untuk mengawal konstitusi yang memihak kepada kepentingan rakyat kecil dan PMII serta warga nahdiyin.
Erfandi menyebutkan hasil survei yang dilakukan PBNU. Dari hasil survei ditemukan hasil yang mengejutkan bahwa dari 10.000 mahasiswa Perguruan Tinggi Umum, yang masuk organisasi PMII hanya 0,2 persen. “Kalau ini dibiarkan bisa dipastikan 10 tahun kedepan PMII hanya tinggal nama,” katanya. (her/ahay)