Kimiya-yi Sa‘adat (4): Kekuasaan Hati

Dari penjelasan sebelumnya, Engkau bisa memahami bahwa nafsu-badaniah dan amarah diciptakan untuk menjaga dan merawat tubuh. Oleh karena itu, keduanya adalah pelayan bagi tubuh sementara makanan dan minuman adalah santapan tubuh. Tubuh diciptakan untuk mengelola indera; maka tubuh adalah pelayan indera. Indera diciptakan untuk menjadi telik sandi yang berkumpul untuk membantu akal, agar berperan sebagai jaringannya sehingga ia bisa mengenal ciptaan Tuhan.

Dengan demikian, indera adalah pelayan akal, dan akal diciptakan untuk membantu hati, agar menjadi lilin dan pelita baginya. Dengan cahayanya, hati dapat melihat Hadirat Ilahi, yakni Surga. Jadi, akal adalah pelayan hati, dan hati diciptakan untuk menyaksikan keindahan Hadirat Kuasa Ilahi. Ketika mengambil peran ini, hati menjadi pembantu dan pelayan Hadirat Ilahi. Firman Tuhan, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku,” mengisyaratkan peran ini.

Baca juga: Setan Dibelenggu di Bulan Ramadhan: Godaan Setan Vs Godaan Nafsu

Karena alasan inilah hati diciptakan dan diberi kerajaan dan tentaranya. Kendaraan-tubuh diberikan kepadanya agar ia mengadakan perjalanan dari alam-rendah ke Negeri yang Tertinggi. Bila ia ingin bersyukur atas anugerah ini dan memenuhi kewajibannya untuk menyebah-Nya, ia harus duduk laksana raja di pusat kerajaan dan menjadikan Hadirat Ilahi sebagai arah-kiblat dan tujuannya. Ia harus menjadikan dunia sebagai tempat persinggahan dan tubuh sebagai kendaraan. Ia harus menjadikan anggota badan sebagai pelayan dan akal sebagai menteri. Ia harus menjadikan nafsu-badaniah sebagai pengawas kekayaan dan amarah sebagai polisi.

Hati menjadikan panca-indera sebagai telik sandi. Masing-masing bertanggung jawab atas ranahnya sendiri untuk mengumpulkan informasi tentang ranah tersebut. Ia menjadikan kuasa-imajinasi, yang ada di bagian depan otak, sebagai penguasa di ranahnya dan para telik sandi akan menyimpan informasi mereka di sana. Ia juga menjadikan kuasa-memori, yang ada di bagian belakang otak, sebagai kantong surat dan gudang penyimpanan.

Pada waktunya yang tepat, setiap informasi akan dipersembahkan kepada Menteri-Akal. Sang menteri, sesuai dengan informasi yang ia terima dari kerajaan, akan mengatur pemerintahan dan perjalanan sang raja. Ia akan mengambil langkah-langkah tegas bila ia mendapati salah seorang tentara, seperti nafsu-badaniah, amarah, dan yang lain, memberontak melawan raja dan melakukan pembangkangan, dengan tujuan untuk menyerangnya.

Bagaimanapun, sang menteri tidak berusaha membunuh pemberontak ini, karena kerajaan tidak akan bisa diperintah tanpanya. Alih-alih, ia mengatur agar pemberontak tersebut dikembalikan dalam batas-batas kepatuhan. Dengan cara ini, sang pemberontak menjadi pembantu, bukan musuh, dalam perjalanan yang menunggu di masa depan. Ia menjadi kawan, bukan pencuri atau perampok. Bila sang pemberontak melakukan ini semua, ia akan bahagia dan bersyukur. Ia akan menerima jubah kehormatan pada waktunya.

Tetapi, bila ia membangkang dan bangkit mendukung para perampok dan musuh yang melawan, ia berarti kafir dan zalim, dan akan menerima celaan dan hukuman [di akhirat nanti]. (*)

Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember. Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep.

———
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di tanah air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.

Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.

Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.

Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.

Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook. Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)

Terkait

Turats Lainnya

SantriNews Network