Kimiya-yi Sa‘adat (8): Penghubung antara Hati dan Kerajaan Langit

Kimiya-yi Sa’adat (8): Penghubung antara Hati dan Kerajaan Langit

Janganlah berpikir bahwa jendela hati ke kerajaan langit tidak terbuka kecuali di saat tidur dan mati. Bukan begitu.

Alih-alih, bila seseorang mengamalkan latihan ruhani (riyâdhât) ketika terbangun dan melepaskan hati dari cengkeraman amarah, nafsu, akhlak yang buruk, dan kebutuhan dunia, lalu duduk di tempat sepi, menutup mata, menghentikan pekerjaan-pekerjaan inderawi, menghubungkan hati dengan alam langit dengan selalu menyebut ‘Allah, Allah’ di dalam hati (dil) dan tidak dengan lidah hingga ia kehilangan kesadaran akan dirinya dan tidak menyadari dunia luar kecuali Allah yang Mahatinggi; bila ia melakukan hal ini, maka jendela hati akan terbuka bahkan meskipun ia dalam keadaan terjaga, dan ia akan menyaksikan hal-hal yang hanya bisa dilihat ketika tidur oleh orang lain.

Ruh para malaikat akan tampak kepadanya dalam citra yang indah dan ia akan melihat para nabi dan menerima manfaat dan pertolongan dari mereka. Kerajaan bumi dan langit akan diperlihatkan kepadanya.

Hal-hal ajaib yang tak mungkin dilukiskan akan disaksikan oleh orang yang hatinya terbuka. Seperti yang disabdakan oleh Nabi, “Bumi dibuka gulungannya di hadapanku dan aku melihat wilayah timur maupun baratnya.”

Allah juga berfirman, “Dan kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi agar ia menjadi salah seorang hamba yang memiliki keyakinan” (QS 6: 75).

Mereka semua berada dalam kondisi ini; dan memang, semua pengetahuan para nabi diraih melalui cara ini, bukan melalui indera dan pengajaran. Semuanya dimulai dengan mujâhadah.

Allah berfirman, “Dan sebutlah nama Tuhanmu dan mengabdilah kepada-Nya dengan sepenuh hati” (QS 73: 8). Maksudnya adalah melepaskan diri dari segala sesuatu dan memasrahkan diri secara total kepada-Nya. Jangan sibukkan dirimu dengan urusan dunia, karena Dia yang akan mengatur urusanmu. Tuhan Barat dan Timur. Tiada tuhan selain Dia. Maka jadikanlah Dia sebagai Pelindung (QS 73: 9). Ketika Engkau telah menjadikan Dia sebagai pelindung, tawakallah, dan jangan bergaul dengan manusia atau tenggelam bersama mereka. Sabarlah dengan apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang elok (QS 73: 10). Semua ini merupakan pelajaran dalam latihan ruhani dan mujâhadah. Jalan kaum Sufi adalah ini, dan ini adalah jalan para nabi.

Di sisi yang lain, memperoleh pengetahuan lewat pengajaran adalah jalan para ulama, dan ini pun adalah sesuatu yang baik; namun ia kecil bila dibandingkan dengan pengetahuan para nabi dan wali yang datang ke dalam hati dari Hadirat Ilahi tanpa perantaraan manusia. Kebenaran jalan ini telah dibuktikan oleh banyak orang, baik melalui pengalaman maupun bukti intelektual. Bila Engkau tidak dapat membuktikannya melalui pengalaman atau penalaran intelektual; setidak-tidaknya percayalah dan bertaklidlah! Karena kalau tidak, Engkau akan kehilangan ketiga martabat ini dan menjadi kafir.

Dan ini adalah salah satu di antara sekian keajaiban dalam semesta hati yang melaluinya kemuliaan hati manusia diperlihatkan. (*)

Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember. Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep.

————
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di tanah air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.

Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.

Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.

Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.

Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook. Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)

Terkait

Turats Lainnya

SantriNews Network