Kimiya-yi Sa‘adat (3): Hati, Raja bagi Seluruh Tubuh

Tubuh adalah kerajaan hati, dan di kerajaan ini, hati memiliki berjenis-jenis tentara: “Tak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu kecuali Dia” (QS 74: 31).

Hati diciptakan untuk kepentingan akhirat. Pekerjaannya adalah mencari kebahagiaan; dan kebahagiaannya adalah dengan mengenal Allah. Ia memperoleh pengetahuan tentang Allah melalui pengetahuan tentang ciptaan-Nya, yakni seluruh alam. Ia belajar tentang keajaiban alam melalui bantuan indera, dan indera tersebut dibangun di atas tubuh.

Jadi, pengetahuan adalah buruan hati; dan indera adalah jalanya. Tubuh-fisik adalah kendaraan dan pemegang jalanya. Karena alasan inilah, manusia membutuhkan tubuh. Tubuh adalah kendaraan yang dibuat dari air, tanah, api, dan udara. Karena itulah ia lemah dan mudah hancur, dari dalam karena lapar dan haus, dan dari luar karena api, air, dan karena disergap oleh musuh atau binatang buas.

Baca juga: Wali Songo Peletak Dasar Peradaban Dunia

Akibatnya, karena lapar dan haus, ia butuh makan dan minum. Untuk tujuan ini, ia membutuhkan dua tentara: satu eksternal, seperti tangan, kaki, mulut, gigi, dan perut; dan yang lain internal, seperti nafsu dan amarah. Namun, karena tidaklah mungkin orang mencari santapan yang tidak dapat ia persepsikan, atau membela diri dari musuh-musuh yang tak dapat ia rasakan kehadirannya, ia membutuhkan organ persepsi. Beberapa di antaranya bersifat eksternal, yang mencakup panca indera: hidung, mata, telinga, lidah, dan tangan. Namun, beberapa di antaranya bersifat internal, dan mereka pun ada lima. Mereka ada di otak: organ imajinasi, refleksi, memori, kogitasi, dan estimasi. Masing-masing organ ini memiliki tugas khusus. Bila salah satu di antara organ-organ ini cacat, fungsi manusia juga akan cacat, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawinya.

Semua tentara tersebut, baik yang eksternal maupun internal, berada dalam kendali hati (dil) yang menjadi komandan dan raja bagi semua. Ketika ia memberikan perintah, mulut akan berbicara, begitu pula ketika ia memerintahkan tangan untuk memegang, kaki untuk berjalan, dan mata untuk melihat. Ketika ia memerintahkan organ refleksi untuk berpikir, ia akan segera berpikir. Mereka semua dibikin patuh total kepada perintahnya sehingga tubuh dapat dijaga dan ia dapat memuaskan segala keinginannya dan meraih segala cita-citanya. Ia dapat menuntaskan pencarian akan akhirat dan menuai benih kebahagiaannya. Kepatuhan para tentara tersebut kepada hati menyerupai kepatuhan para malaikat kepada Tuhan. Mereka sama sekali tidak dapat melawan perintah; alih-alih, mereka patuh secara alamiah dan sukarela.

Tentara-tentara Hati
Untuk mengenal tentara-tentara hati secara detail, akan dibutuhkan pembicaraan yang panjang lebar. Namun, intinya bisa diketahui olehmu melalui tamsil. Begini: tamsil tubuh adalah negeri sementara anggota badan dan organnya adalah para pekerja. Nafsu badaniah (syahwat) adalah penarik pajak, amarah adalah polisi, dan hati (dil) adalah rajanya. Akal adalah menteri utama sang raja. Raja membutuhkan mereka semua agar bisa memerintah kerajaannya dengan baik.

Baca juga: Dakwah Habib Umar: Teh, Kue dan Celana Panjang

Nafsu badaniah —penarik pajak— adalah pembohong, penipu lihai, dan jahat. Ia menentang apapun yang dikatakan oleh menteri-akal. Ia selalu bernafsu untuk merampas kekayaan apapun yang ada di kerajaan dengan dalih menarik pajak. Dan polisi-amarah adalah bengis dan temperamental. Ia suka membunuh, menjarah, dan melakukan perusakan.

Karena alasan ini, bila raja negeri selalu bermusyawarah dengan menteri-akal, mengabaikan penarik-pajak yang pembohong dan serakah dan menutup telinganya dari apapun yang ia katakan demi melawan sang menteri; dan bila ia mengerahkan polisi sembari menjaganya dalam kendali ketat dan mencegahnya dari tindakan berlebihan kepada penarik-pajak agar ia tidak bisa menimbulkan kekacauan; maka kerajaan akan aman.

Di saat yang sama, bila Raja-Hati bertindak atas nasihat menteri-akal dan menempatkan nafsu dan amarah dalam kendali ketat dan dibikin tunduk kepada akal, maka ia tidak akan dikuasai oleh keduanya; perjalanan menuju kebahagiaan dan menuju Hadirat Ilahi tidak akan terputus darinya. Namun, bila akal menjadi tawanan nafsu dan amarah, maka kerajaan akan suram dan raja akan menderita dan celaka. (*)

Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember. Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep.

————
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di tanah air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.

Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.

Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.

Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.

Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook. Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)

Terkait

Turats Lainnya

SantriNews Network