Jangan Terjebak Dualisme (3)

Oleh: Husein Ja’far Al Hadar
Ada pelacur yang tampil menjadi figure
Berapa banyak figur-figur yang tampil dan menjadi tokoh hingga panutan hanya dari pencitraan yang aslinya di dalam dirinya terkandung kebusukan.
Ada yang berilmu tapi tak mengerti
Ia seperti Google, kepalanya penuh data keilmuan. Tapi, tak mampu merangkai data-data itu menjadi sebuah pemahaman yang utuh tentang suatu perkara.
Ada yang mengerti tapi tak menjalankan
Orang tipe ini sebenarnya memiliki pemahaman. Ia tahu bahwa berbohong itu buruk. Tapi, ia tak kuasa menjalankannya. Sebab, kepemilikan akan pemahaman atas sesuatu tak menjamin menjalankannya. Kebenaran perlu dibiasakan, dan kebiasaan belum tentu benar.
Ada yang pintar tapi selalu membodohi
Inilah orang-orang yang ia pintar, tapi kepintarannya tak diimbangi dengan ketulusan hati, sehingga justru digunakan untuk membodohi. Tengoklah para pembesar-pembesar atau tokoh-tokoh, mereka itu pintar-pintar, tapi berapa banyak yang justru menggunakan kepintarannya untuk membodohi rakyat, umat, dll.
Ada yang bodoh tapi tak tau diri
Ada yang pintar dan tahu dirinya pintar. Kepadanya, kita harus berguru. Ada yang pintar tapi tak tahu dirinya pintar. Makai a harus disadarkan. Ada yang bodoh dan sadar dirinya bodoh. Ia hanya butuh diajari. Yang ironi adalah orang yang disebut dengan istilah “jahil murokkab”. bodoh tapi tak sadar bahwa dirinya bodoh. Ia mengoceh, naik “panggung”, dan berlagak seolah dirinya pintar.
Ada yang beragama tapi tak berakhlaq
Akhlak adalah simpul ajaran Islam. Seperti ditegaskan Nabi dalam sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak .” Begitu pula dalam Al-Qur’an: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar mempunyai akhlak yang agung_.” (QS. Al-Qalam: 4).
Oleh karena itu, bahkan – sebagaimana tertuang di Qur’an, fikih selalu diukur dengan parameter akhlak. Misalnya, salat untuk menjauhkan kita dari kekejian dan kemunkaran (QS. Al-“˜Ankabut: 45).
Puncaknya, sebagaimana Nabi sabdakan bahwa “agama adalah akhlak yang baik, misalnya : jangan marah .” Atau di hadist lain, dikatakan bahwa yang kuat dan lemahnya iman bergantung pada akhlak.
Ada yang berakhlaq tapi tak bertuhan
Akhlak adalah muamalah. Kebertuhanan adalah aqidah. Idealnya, keduanya beriringan. Tapi, tetap saja kenyataannya ada fenomena di mana seseorang begitu cakap akhlaknya, namun kemuliaan akhlak itu tak diberdirikan di atas keimanan pada Tuhan. (habis)
Husein Ja’far Al Hadar, Direktur Cultural Islamic Academy, Jakarta.