212, Dari Bela Islam ke Bela Manusia

Aksi 212 di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Februari 2017 (santrinews.com/kompas)

Jakarta – Semula Persaudaraan Alumni (PA) 212 menjadi wadah untuk mempersatukan umat peserta Aksi Bela Islam di Monas pada 2016 lalu. Belakangan, arah perjuangannya sudah jauh melenceng. Terkooptasi kepentingan politik. Bukan lagi membela “Allah”.

Ketua Umum Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam pun memilih mengundurkan diri dari anggota penasehat PA 212. Usamah menilai semangat gerakan PA 212 sudah berbeda.

Usamah merupakan salah satu tokoh sentral dalam menggalang Aksi Bela Islam di Monas Jakarta pada 2016 lalu. Dia terlibat aktif sejak awal hingga dipercaya menjadi Bendahara Panitia Reuni 212 pada 2017.

Baca: PBNU: Banyak Klaim Bela Islam, Tapi Usung Kebatilan

Surat pengunduran Usamah sudah diberikan kepada Ketua PA 212 Slamet Maarif pada 11 November lalu. Meski mengundurkan, dia berharap tali silaturahmi antara dirinya dengan pengurus PA 212 tetap terjalin.

Pada poin pertama dalam surat pengunduran dirinya, Usamah menganggap PA 212 adalah wadah untuk mempersatukan umat dengan semangat Aksi Bela Islam yang berangkat dari esensi Al Maidah 51. Namun, pada poin kedua, Usamah menilai PA 212 sudah bergerak dengan semangat yang berbeda.

Baca juga: Aksi 112, Kemasannya Agama, Isinya Gerakan Politik

“Dalam tiga bulan terakhir, terutama memasuki tahapan Pileg dan Pilpres 2019, saya melihat arah perjuangan PA 212 tidak murni lagi sesuai apa yang saya harapkan pada poin pertama,” mengutip bunyi surat yang dikonfirmasi Usamah, Selasa, 27 Nopember 2018.

“Sebaliknya lebih banyak mengarah pada tim sukses salah satu calon Presiden, sehingga saya pribadi memutuskan lebih baik mengundurkan diri dari keanggotaan penasihat,” lanjut Usamah.

Pada poin ketiga, penulis buku “˜SBY Sang Demokrat’ itu mengutip ayat 216 surah Al-Baqarah.

“Yang dapat kita camkan bersama-sama, yang artinya: “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” tulis Usamah.

212 Kini Bela Manusia
Mulanya, PA 212 terbentuk berkat semangat Aksi Bela Islam pada 2016. Kala itu, aksi bela Islam memang ditujukan untuk menentang Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dianggap melakukan penistaan agama karena menyinggung surah Al Maidah ayat 51.

Saat itu, Usamah mengaku turut mengarahkan kader-kader Parmusi agar ikut dalam gelombang Aksi Bela Islam.

“Tapi belakangan saya melihatnya arahnya dukung-mendukung capres. Ini aksi bela manusia. Pada satu sisi juga sudah ditunggangi. Bukan bela Allah lagi,” ujarnya. Namun, Usamah enggan menyebut siapa yang menunggangi.

Baca pula: Aksi Bela Tauhid Usung Misi Politik 2019 Ganti Presiden

Dahulu, Usamah melanjutkan, anggota dan simpatisan PA 212 juga berasal dari berbagai latar belakang. Lintas ormas, parpol, latar belakang pendidikan, juga lintas pandangan politik.

Usamah menganggap kondisi tersebut sudah tidak dapat ditemui. Terutama ketika PA 212 mendukung salah satu capres-cawapres.

“Nah mendukung dukung capres ini kan memperkecil spektrum 212 sendiri. Sekarang dikerdilkan oleh teman-teman. PA 212 bajunya sudah besar, dikerdilkan,” kata Usamah.

“Begitu bicara dukung-mendukung, rusak semua ini,” ujar lanjutnya.

Usamah mengimbau seluruh kader untuk memilih capres-cawapres yang taat beribadah. Amanat serupa juga diberikan dalam memilih calon anggota legislatif.

“Parmusi mengarahkan para kader dan da’i untuk memilih figur caleg dan capres-cawapres yang taat beribadah,” kata Usamah.

Usamah juga tidak sepakat dengan sikap PA 212 yang ikut mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pilpres 2019 berdasarkan hasil Ijtima Ulama II. Menurut Usamah, PA 212 seharusnya memilih capres yang merupakan sosok muslim kaffah atau sempurna sesuai Al Maidah 51.

Meski begitu, Usamah tidak meminta kader untuk memilih capres-cawapres yang menjadi lawan Prabowo. Dia hanya membebaskan para kader untuk menilai sendiri siapa sosok yang taat beribadah dan patut dipilih.

“Tidak memilih partai, tapi memilih orang. Partai apapun silakan asalkan taat beribadah. Yang tahu ya orang setempat. Pasangan yang taat beribadah sesuai penilaian masing-masing,” ujarnya.

Baca pula: Istiqomah Kawal Ulama, Alumni 212 Deklarasi Dukung Jokowi-KH Maruf Amin

Usamah juga tidak menyebut bahwa arahan yang bersifat membebaskan itu buntut dari sikapnya yang mundur dari PA 212.

Dia mengklaim Parmusi sudah memutuskan sikap tegas berdasarkan Mukernas 24-26 September lalu di Gunung Gede-Pangrango.

“Keputusannya bahwa Parmusi sebagai institusi tidak akan menentukan pilihan,” kata Usamah.

“Kalau bukan Habib Rizieq, ya Zulkifili Hasan, atau Yusril Ihza, atau Tuan Guru Bajang. Kalau tentara, kan ada Gatot Nurmantyo yang lebih dekat dengan Islam,” ucap Usamah.

Usamah pun menilai 17 poin yang dihasilkan dalam Ijtima Ulama tidak sesuai dengan semangat PA 212 yang selama ini mendambakan penerapan syariat Islam. Dia menyebut tidak ada satu pun poin yang menyinggung penerapan syariat Islam.

“Ada enggak yang mengatakan kata ekonomi syariah misalnya. Ada enggak? Satu pun enggak ada, coba cek. Kenapa ini enggak ada? Katanya mau perjuangkan syariat Islam,” bebernya. (us/cnn)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network