Asosiasi Pesantren Bakal Bahas Tuduhan Kiai dan Santri Pakai Narkoba

Kediri – Ketua Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama (Asosiasi Pondok Pesantren NU se-Jawa Timur) KH Reza Ahmad Zahid mengatakan pernyataan Kepala Badan Narkotika Nasional Budi Waseso soal santri dan kiai yang menggunakan narkoba saat mengaji mendapat perhatian serius.
Menurut dia, semua pengurus cabang dan pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah telah berkonsolidasi untuk merespons pernyataan itu. “Masalah tersebut akan kami bahas dalam silaturahmi nasional (silatnas) di Pasuruan nanti,” kata Gus Reza””sapaan Reza Ahmad Zahid, Senin, 28 Maret 2016.
Silatnas, kata dia, digelar pada 13-15 Mei 2016. Agendanya membahas berbagai persoalan pondok pesantren di Indonesia, khususnya soal pernyataan Buwas. Gus Reza mengaku heran atas pernyataan itu karena, selaku ketua asosiasi pondok di Jawa Timur, ia belum pernah menemukan fakta tersebut. “Kami berharap BNN memberikan identitas pondok yang dimaksud sebagai bahan evaluasi kami,” ujarnya.
Gus Reza menuturkan, bila ternyata tidak ada bukti, pernyataan Buwas bisa membahayakan eksistensi pesantren. Sebab, pandangan masyarakat terhadap pondok pesantren sebagai tempat mempelajari ilmu agama dan akidah akan berbalik 180 derajat.
Gus Reza tidak memungkiri bahwa ada beberapa santri pondok yang memiliki latar belakang pecandu narkoba. Namun, ketika masuk pesantren, saat itu pula perilaku mereka berubah karena memiliki keinginan untuk sembuh. Rutinitas kegiatan di pondok yang ketat, menurut dia, juga tidak memungkinkan bagi santri bermain-main dengan narkoba.
Gus Reza mempertanyakan pernyataan Buwas yang menyebutkan para santri dan kiai mengkonsumsi ekstasi saat zikir dari pagi hingga pagi lagi sebagai doping untuk memperkuat fisik. “Tidak ada aktivitas zikir mulai pagi sampai pagi lagi di pondok, banyak kegiatan selain zikir,” ucapnya.
Sebelumnya, Budi Waseso menyampaikan pernyataan soal penggunaan narkoba di lingkungan pondok pesantren. Dia menyebutkan santri dan kiai yang melakukan zikir menggunakan ekstasi sebagai doping. Pernyataan itu membuat kalangan pengurus pondok pesantren di Jawa Timur gerah karena Budi menyebutkan hal itu terjadi di wilayah Jawa Timur. (shir/tempo)