Pilkada 2020
KPK: 82 Persen Calon Kepala Daerah Dibiayai Sponsor

Ketua KPK Firli Bahuri (santrinews.com/antara)
Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, banyak calon kepala daerah diayai sponsor dari pihak swasta, sebab selama ini biaya Pilkada cukup mahal.
Bahkan, kata Firli, banyak kandidat kepala daerah yang menggelontorkan dana kampanye lebih besar dari harta kekayaannya. Lebih dari yang dilaporkan ke KPK dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
“Harta kekayaan misalnya Rp18 miliar, tapi biayanya [Pilkada] lebih dari itu. Dari mana mereka dapat? Ya, dari sumbangan,” kata Firli dalam suatu acara yang disiarkan Youtube KASN RI, Rabu, 7 Oktober 2020.
Menurut Firli, pihak swasta membantu pendanaan karena berharap timbal balik dari calon kepala daerah jika menang pilkada. Akibatnya, banyak kepala daerah terseret kasus korupsi karena menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungan pihak lain yang membantu pada saat pencalonan.
“Kenapa itu terjadi? karena para swasta mendapatkan kesempatan baik itu pekerjaan, fasilitas, untuk mendapatkan keuntungan,” ujarnya.
Merujuk kajian KPK terhadap kontestasi Pilkada 2017 dan 2018 lalu, kata Firli, sebanyak 82,3 persen pendanaan calon kepala daerah dibantu sponsor dari pihak swasta.
“Rata-rata 82,3 persen calon kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pilkada. Di 2017 itu 82,6 persen disokong sponsor, lalu 2018 70.3 persen disokong sponsor juga,” kata Firli.
Tak heran bila tindak pidana korupsi marak terjadi di masa pemilu atau pilkada. Sejak mekanisme pemilu dipilih langsung oleh masyarakat pada 2004, Firli menyebut KPK paling banyak menangani kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan kepala daerah pada 2018.
Pada tahun 2018 sempat digelar pelaksanaan pilkada serentak di 171 wilayah dan tahapan awal kampanye Pemilu 2019.
“Saya ingin sampaikan tindak pidana korupsi paling banyak terjadi di tahun politik. Pada 2018 kita menangkap total 29 kepala daerah,” ujarnya.
Sejak 2004 lalu kepala daerah yang terjerat kasus korupsi berjumlah 114 orang. Terjadi tren peningkatan jumlah kepala daerah yang ditangkap KPK pada 2014, 2017 dan 2018.
“Tahun 2014 misalnya ada 14 kepala daerah yang tertangkap, lalu tahun 2017 ada 10 kepala daerah,” kata dia.
Awal September lalu, Menko Polhukam Mahfud MD juga pernah mengatakan bahwa mayoritas calon kepala daerah dibantu oleh cukong. Fenomena itu, kata Mahfud, sudah terjadi sejak pilkada dipilih langsung oleh masyarakat.
“Di mana-mana, calon-calon itu 92 persen dibiayai oleh cukong dan sesudah terpilih, itu melahirkan korupsi kebijakan,” kata Mahfud. (us/ccn)