Bola Liar Mahar Politik ‘Jenderal Kardus’ Hingga Pidana Korupsi

Jakarta – Pemberian mahar politik Rp500 miliar ke PKS dan PAN dari bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno, terus menggelinding menjadi bola liar. Bukan hanya masuk pelanggaran Pemilu, bahkan disebut masuk ranah tindak pidana korupsi (tipikor).

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai dugaan pemberian mahar politik itu dapat dibawa ke ranah hukum. “Kalau saya melihat ini sudah jadi persoalan hukum, bukan sekadar rumor politik. Dana kampanye diberikan ke siapa, jumlahnya berapa, ini sudah jadi masalah hukum,” ujar Yusril saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin, 13 Agustus 2018.

Baca: Mahar Politik, Jalan Terjal Demokrasi

Kasus mahar politik ini mencuat bermula dari cuitan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief di akun twitternya. Ia mencuitkan ejekan ‘Jenderal Kardus’ kepada Prabowo Subianto. Sebab, Prabowo lebih memilih Sandi sebagai cawapres karena mampu “˜membeli’ suara PAN dan PKS dengan nilai mahar masing-masing Rp500 miliar.

Andi Arief mengungkap kronologi Sandi ‘membeli’ parpol tersebut. Melalui cuitannya, Andi mengatakan masalah mahar itu diperolehnya dari tim kecil Gerindra yakni Fadli Zon, Sufi Dasco Ahmad, dan Prasetyo Hadi.

Baca Pula: “Korupsi 11 Juz, Politikus PKS Dapat Hadiah ˜Liqo’ 9 Tahun

Koordinator Masyarakat Bersih dan Pemuda Lisman Hasibuan telah melaporkan dugaan pemberian mahar politik tersebut ke Polda Metro Jaya Jakarta, Senin, 13 Agustus 2018. “Bukti kami sudah siapkan tergantung nanti dari kepolisian, ya, kita akan konsultasi kembali. Buktinya salah satunya, ya, Tweet-nya Andi Arief,” ujar Lisman usai melaporkan.

Lisman mengungkap bahwa barang bukti yang disodorkan salah satunya adalah cuitan Andi Arief. Menurut Lisman, cuitan itu bukan opini pribadi, tetapi fakta yang harus ditelusuri. Seharusnya, kata dia, kasus ini diproses oleh KPK.

Sebab, uang itu tidak bisa disebut sebagai uang untuk dana kampanye Pilpres 2019 karena Sandi saat itu belum dipastikan akan mendampingi Prabowo sebagai cawapres.

“Kenapa KPK diam saja melihat ini? Seharusnya kan KPK bisa bertindak dengan cepat sesuai dengan perkembangan informasi yang ada di publik. Mahar Rp500 miliar itu kan kalau ditotal jadi Rp1 triliun. Buktinya ada di salah satu tweet Andi Arief,” tuturnya.

“Jadi ngapain KPK OTT terus, sementara kasus yang ini jelas-jelas Rp1 triliun. KPK harusnya proaktif dong, jangan hanya diam-diam saja melihat hal ini,” imbuh dia.

Baca pula: Janji Terapkan Syariat Islam, Politisi Ini Justru Tertangkap Tangan KPK

Usai melapor, Lisman mengaku delik yang dikenakan dalam kasus itu ialah korupsi. Pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait diklaim akan mulai dilakukan pada pekan depan.

“Alhamdulillah kita disambut baik oleh Polda Metro Jaya ini akan masuk ke ranah tipikor. Insyaallah minggu depan sudah ada yang dipanggil,” ujar dia, tanpa menunjukkan bukti laporannya.

Lisman berharap penyelidikan kasus ini oleh kepolisian bisa memperjelas asal-usul uang Rp1 triliun itu. Tujuannya, agar tak ada fitnah yang beredar di masyarakat mengenai mahar politik.

“Kami berharap Polri bisa menyelesaikan kasus ini supaya tidak menimbulkan fitnah atau berita hoaks. Kalau ini hoaks berarti Andi siap dipenjara,” kata dia.

“Kalau bukan hoaks berarti kita kembalikan pada penegak hukum Tipikor untuk menghukum pejabat publik maupun penerima anggaran Rp500 M,” pungkasnya.

Polda Metro Jaya sendiri belum berkomentar terkait laporan soal mahar politik itu.

Baca juga: Cara Gus Dur Menghadapi Masalah

Kendati menilai dapat dibawa ke ranah hukum, Yusril enggan berkomentar lebih jauh terkait dugaan pemberian uang Rp500 miliar tersebut. Menurutnya, hal itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum untuk mengkaji apakah ada dugaan tindak pidana atau tidak.

“Saya kira lebih objektif kalau aparat penegak hukum melakukan kajian, penyelidikan lebih dulu apakah cukup sebuah tindak pidana atau tidak,” kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini.

Sandi sebelumnya telah merespons isu ini dengan menyebutnya sebagai bagian dari dinamika politik. Sandi mengatakan yang terpenting setelah deklarasi pencapresan Prabowo dan dirinya adalah menyatukan seluruh kekuatan partai pendukung.

“Itu dinamika yang harus kita syukuri, sekarang Demokrat sudah bergabung dan kita sama-sama ingin united we stand,” kata Sandi di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu, 11 Agustus 2018.

Sandi berniat menemui KPK untuk mendiskusikan kejelasan terkait dana kampanye dalam pemilu. Menurut Sandi, harus ada pemikiran dari tokoh yang mengerti aliran sekaligus pengelolaan dana kampanye.

Ketua Cyber Indonesia Aulia Fahmi menuturkan, dugaan mahar politik harus ditanggapi secara serius oleh pengawas pemilu. Pasalnya, tindakan tersebut merupakan pelanggaran pemilu yang tidak bisa ditoleransi.

“Hal tersebut menyangkut persoalan integritas bangsa karena Indonesia tidak boleh dipimpin oleh pemimpin yang transaksional, maka itu publik memiliki hak untuk mengetahu sejauh mana kredibelitas pemimpinnya,” jelas Fahmi dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 12 Agustus 2018.

Bawaslu, jelas Fahmi, harus memeriksa Andi Arief yang serta semua pihak yang disebut pada tweet tersebut. Bawaslu juga dinilai harus gerak cepat mengingat proses demokrasi baru memasuki awal.

“Apabila informasi ini benar, sebagaimana Pasal 228 UU RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilu, Bawaslu dapat mencoret nama calon presiden atau calon wakil presiden sejak dini, dan terhadap partai yang terbukti menerima mahar tersebut wajib diberikan sanksi. Ini adalah langkah penyelamatan demokrasi di Indonesia,” ujarnya.

Baca Juga: Ulama Madura Merapat ke Prabowo-Hatta

Bawaslu berjanji akan menelusuri soal adanya aliran dana dari Sandiaga ke Parpol yang disebut-sebut oleh Amien Rais sebagai partai Allah tersebut. “Pasti (ditelusuri, red),” ungkap anggota Bawaslu Fritz Edward.

Fritz menjelaskan, aturan mengenai proses pencalonan presiden dan wakil presiden tertuang dalam Undang-Undang Pemilu.

“Ya kan pasal 228 no.7 tahun 2017 telah melarang pasangan calon memberikan imbalan kepada partai politik untuk menjadi capres atau cawapres,” kata Fritz.

“Apabila terbukti, calon tersebut dapat dibatalkan pencalonannya dan partai politik yang menerima dana tidak dapat mencalonkan pada pilpres periode berikutnya,” lanjutnya.

Fritz juga menyebut, jika memang telah terjadi pemberian uang kepada Parpol (Sandiaga uno memberikan uang 1 T kepada PKS dan PAN), Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) bisa meminta bantuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Memang masih beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mendiskualifikasi, tetap dari Bawaslu harus ada klarifikasi,” ujar Fritz. (us/cnn)

Terkait

Politik Lainnya

SantriNews Network