Banyak Unsur Pidana Dalam Rekaman Setya Novanto, MKD Harus Gandeng KPK

Ketua DPR Setya Novanto (santrinews.com/net)
Jakarta – Praktisi hukum, Ikhsan Abdullah menilai, sangat tidak tepat jika Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang menyerahkan hasil rekaman yang diduga hasil pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin ke Mabes Pori.
Alasannya, banyak aspek pidana dalam rekaman tersebut. Oleh karena itu sangat tepat jika hasil rekaman tersebut diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menanganinya. Apalagi sesuai hasil rekaman tersebut banyak petinggi negara yang diduga bakal terseret.
“Jadi kurang tepat saja kalau MKD menyerahkan kasus ini kepada Mabes Polri karena seharusnya ke KPK,” kata Ikhsan Abdulah, Kamis, 18 Nopember 2015.
Menurut Ikhsan, KPK harus menangani kasus rekaman tersebut karena dalam rekaman tersebut diduga ada pejabat negara yang memberikan janji-janji untuk memberikan keuntungan bagi orang lain atau corporasi sehingga akan merugikan negara.
Oleh karena itu menjadi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan baik diminta ataupun tidak. Penanganan yang dilakukan KPK juga sesua dengan UU N 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sehingga jika diserahkan ke Mabes Polri maka KPK tetap bisa melakukan supervisi sebagaimana diatur oleh Undang-undang.
Agar kasus rekaman tersebut tidak dipetieskan, Ikhsan menyarankan agar Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk segera perintahkan Kabareskrim Komjen Anang iskandar untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas laporan MKD tersebut.
“Penyelidikan itu juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap para pihak, baik terhadap Pelapor (SD) maupun terhadap terlapor (SN),” jelas Ikhsan.
Lebih lanjut Ikhsan mengatakan, mengingat kasus rekaman para petinggi negara tersebut telah menyeret perhatian publik maka Polri harus bergerak cepat. Penanganan kasus rekaman para petinggi negara itu juga bisa menjadi kesempatan Polri berpihak pada publik.
“Ini sekaligus kesempatan Polri untuk menunjukkan citranya sebagai penegak hukum yang kredible,” tegas Ikhsan.
Seperti diketahui Menteri ESDM Sudirman Said melapork ke MKD, Senin (16/11/2015), Sudirman menyebut Setya Novanto bersama pengusaha minyak Reza Chalid menemui Maroef sebanyak tiga kali. Pada pertemuan ketiga 6 Juni 2015, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.
Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika, dan meminta PT Freeport menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek tersebut. Sudirman turut menyampaikan bukti berupa transkrip pembicaraan antara Novanto, pengusaha, dan petinggi PT Freeport. (us/HanTer)