Sengketa Pilpres 2014
Aktivis Muda NU Sayangkan Sikap Politik Kiai Madura
KH Ali Karrar Shinhaji bersama sejumlah kiai Madura memberikan keterangan pers. Sejumlah kiai khos pendukung Prabowo-Hatta itu akan mengirimkan surat ke Mahkamah Konstitusi terkait sangketa Pilpres 2014 (beritajatim/santrinews.com)
Surabaya – Mantan Ketua Umum Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Jawa Timur Fairouz Huda Anggasuto menyayangkan sikap politik sejumlah kiai khos asal Madura yang menyurati Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva.
“Dukungan moral para kiai Madura itu tidak berpengaruh sedikit pun terhadap proses hukum di MK. Sehingga gerakan tersebut menjadi mubadzir dan akan beresiko pada integritas ke-kiai-an yang sudah tersimbolkan secara tulus oleh masyarakat,” kata Fairouz, Selasa, 5 Agustus 2014.
Senin kemarin, 4 Agustus 2014, Forum Ulama Pesantren Madura mengirim surat kepada Ketua MK Hamdan Zoelva untuk memberi dukungan moral terhadap MK dalam menangani sengketa pilpres 2014.
Surat yang diteken delapan kiai pesantren di Madura itu dikirim menjelang sidang perdana gugatan pasangan Prabowo-Hatta di MK pada Rabu, 6 Agustus 2014. Mereka berharap, MK bisa mengadili sengketa pilpres seadil-adilnya dan independen.
Fairouz mengakui bahwa kiai adalah salah satu tokoh kunci dalam mewujudkan demokrasi sejati, yang bersih, berkeadilan, dan bermartabat.
“Kiai bertugas mengawal demokrasi secara kaffah, tanpa tendensi kepentingan salah satu kelompok,” tandasnya.
Namun, Fairouz menyayangkan jika kiai tidak memberi keteladanan yang berarti dalam perjalanan demokrasi dalam pilpres kali ini. “Sehingga emosional politik para kiai dapat diperalat oleh salah satu kelompok yang berkompetisi, tanpa memperhatikan basis data secara konprehensif,” tandasnya.
Fairouz menilai, dukungan moral kiai Madura tersebut lebih kental bernuansa politik keberpihakan pada pasangan calon presiden tertentu. Bukan bentuk tanggungjawab moral demi penegakan hukum dan demokrasi.
Kiai, kata dia, mestinya tidak mudah dipengaruhi atau diprovokasi menjadi tunggangan politik kelompok tertentu. Sebaliknya, kiai harus menjadi patron politik yang berbasis pada pemikiran keislaman dan keindonesiaan, dengan pengumpulan data informasi secara kritis dan berlandaskan pada konstitusi.
“Itulah teladan tokoh kunci demokrasi,” kata pria kelahiran Madura yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Matholi’ul Anwar, Pangarangan, Sumenep ini.
Para kiai Madura tersebut tercatat sebagai pendukung pasangan Prabowo-Hatta. Bahkan dukungan itu diperkuat dengan mengeluarkan selebaran taushiyah yang juga ditandatangani delapan kiai pada masa kampanye pilpres pada Juni lalu. (jaz/ahay)