Muktamar NU

Muktamirin NU Minta Sistem AHWA Tak Dipaksakan

Jombang – Sejumlah peserta muktamar NU (muktamirin) meminta sistem pemilihan pemilihan dengan ahlul halli wal aqdi (AHWA) tidak dipaksakan. Pemilihan ini memiliki sitem, seluruh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) menyerahkan hak suaranya kepada 9 orang ulama atau kiai tertentu.

AHWA itu mengebiri hak suara muktamirin se-Indonesia. Lha kok tetap dipaksakan dengan berbagai cara oleh PBNU yang dilegitimasi beberapa tokoh pengurus dan ulama tertentu yang katanya lewat Munas Alim Ulama di Jakarta,” ujar Muktamirin dari Jateng yang tak mau disebutkan namanya, Ahad 2/8).

Hal senada juga diungkapkan muktamirin dari Lampung dan Sulsel yang menurutnya, AHWA itu masih sebagai wacana atau usulan semata. Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa juga memiliki pendapat sama.

Ia menilai bahwa pemilihan Rais Aam dengan model AHWA tidak demokratis. Sehingga, jika sistem musyawarah mufakat yang dimiliki oleh 9 orang kiai itu tetap dilakukan di muktamar, terkesan dipaksakan.

Ia mengemukakan, bahwa penerapan AHWA pada pemilihan Rais Aam, perlu ditelaah lebih dahulu. Menurutnya kalau AHWA yang mendelegasikan 9 kiai memilih Rais Aam menjadi acuan, maka mulai dari provinsi, ranting, anak ranting, cabang, dan anak cabang ke depannya akan mengikuti sistem AHWA.

“Pemilihan Rais Aam sangat strategis karena calon Ketua Umum Tanfidziyah PBNU baru akan bisa maju bila disetujui oleh Rais Aam. Tapi jika ingin mengubah demokrasi yang sudah berjalan, maka harus dilakukan pengkajian yang cukup panjang dan harus melibatkan seluruh struktur NU,” katanya.

KH Sholahuddin Wahid, Pengasuh Ponpes Tebuireng, sekaligus salah satu dari empat sahibul bait Muktamar ke-33 NU juga menolak pola AHWA dalam pemilihan ketua NU.

“Saya dan banyak ulama lainnya yang tidak sepaham dengan AHWA (musyawarah mufakat), karena selama ini demokratisasi dalam NU sudah terbiasa dilakukan melalui voting (pemungutan suara),” katanya.

Sementara itu KH Miftachul Ahyar yang menjabat Rais Syuriah PWNU Jatim beserta kelompok 22 orang alim ulama dari Jatim lainnya menyatakan, bahwa AHWA merupakan hasil kesepakatan ulama melalui Munas Alim Ulama sebelumnya. Demikian pula dengan keluarga Gus Dur yang diwakili Zannubah Arrifah Chafsoh alias Yenny Wahid, yang menyebut AHWA bisa diterima karena AHWA justru menjauhi hal-hal yang negatif seperti money poltics dan seterusnya.

Sebagaimana diberitakan, kegiatan Muktamar ke-33 NU yang digelar di Jombang, sejak Sabtu (1/8) malam diikuti seluruh pengurus cabang (PCNU) maupun wilayah (PWNU) se-Indonesia, termasuk dari pimpinan cabang istimewa di luar negeri.

Pembahasan masalah kini sedang dimulai dan suasana muktamar yang digelar di empat ponpes terpisah mulai memanas. Nantinya semua hasil sidang komisi akan difinalisasi melalui sidang pleno di tenda muktamar di alun-alun Jombang. (rus/jaz)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network