Muktamar NU
Tidak Demokratis, Muslimat NU Tolak Sistem Ahwa

Surabaya – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa mengkritisi pemaksaan sistem pemilihan melalui Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) dalam pemilihan Rais “˜Am PBNU pada Muktamar Ke 33 NU, di Jombang, Jawa Timur.
“Justru jika pemilihan Rais Am dengan Ahwa, maka hal itu sudah tidak demokrasi lagi,” kata Khofifah di sela-sela menghadiri acara halal bihalal Yayasan Khadijah di Surabaya, Sabtu 1 Agustus 2015.
Sistem Ahwa, lanjut Menteri Sosial itu, Muktamar NU ke-33 di Jombang ini terkesan dipaksakan, seharusnya ditela’ah terlebih dahulu.
“Jika sampai di Muktamar yang dijadikan sebagai acuan menggunakan sistem Ahwa, maka tidak menutup kemungkinan mulai dari Provinsi, ranting, anak ranting, cabang, dan anak cabang NU. Kedepannya akan ikut menggunakan sistem Ahwa pada setiap pemilihan ketua,” tegasnya.
Jika ingin merubah demokrasi, sambung dia, maka harus dilakukan kajian yang cukup panjang dan harus melibatkan seluruh struktural Nahdlatul Ulama.
“Nahdlatul Ulama merupakan sebuah organisasi keagamaan terbesar di dunia karena mempunyai 6,7 juta anggota,” pungkasnya.
Muktamar Ke-33 NU akan berlangsung di Jombang pada 1-5 Agustus 2015. Sesuai jadwal akan dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo, dan penutupan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pembukaan dan sidang pleno ditempatkan di Alun-alun Jombang. Sedangkan sidang komisi berlangsung di empat pondok pesantren, yakni Pesantren Tebuireng, Mambaul Ma’arif Denanyar, Bahrul Ulum Tambakberas, dan Darul Ulum Paterongan.
Muktamar NU dihadiri sekitar 40 sampai 50 ribu orang. Sebanyak 3.500 orang adalah muktamirin atau peserta pemilik suara di Muktamar NU. Sedangkan sisanya adalah muhibbin atau penggembira. (ubaid/jaz)