Ideologi Islam Tradisional, Mozaik Islam Indonesia

Iksan Kamil Sahri (tengah) bersama Rijal Mumazziq Zionis (kanan) dalam buku Mozaik Kajian Islam di Indonesia, di UIN Sunan Ampel Surabaya, Sabtu, 8 September 2018 (santrinews.com/ist)
Surabaya – Doktor Iksan Kamil Sahri bersama enam peneliti melakukan penelitian perkembangan Islam kontemporer di Indonesia. Hasil penelitian itu diterbitkan dalam buku berjudul Mozaik Kajian Islam di Indonesia.
Buku ini dibedah oleh Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Pesantren Bata-Bata (DPP Imaba) di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Sabtu, 8 September 2018.
Iksan menjelaskan bahwa pesantren tradisional di Indonesia memilih kitab yang dikajinya tidak secara acak tapi berdasar tujuan-tujuan tertentu. “Tujuan itu adalah yang kita sebut sebagai Islam Ahlus sunnah wal jamaah atau saya sebut sebagai ideologi Islam Tradisional.”
Menurut Iksan, ideologi Islam tradisional sebenarnya mewakili 90% populasi Muslim dunia. “Hanya 8% dari populasi Muslim dunia yang berideologikan Salafi Wahabi,” tegas dosen STAI Al Fithrah Surabaya ini.
Pesantren tradisional di Indonesia, lanjut dia, memiliki hubungan yang unik dengan negara yang secara garis besar terbagi menjadi dua respon atas upaya intervensi negara itu; menerima dan menolak.
Tetapi, menurut dia, penolakan tersebut kemudian terbagi lagi menjadi dua. “Ada yang pada masa Orde Baru menolak lalu kemudian pasca Orde Baru relatif lebih terbuka terhadap upaya intervensi pemerintah dan ada yan tetap tidak mau alias menolak terhadap segala bentuk intervensi,” ungkapnya.
Hal itu, menurut alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, dipengaruhi oleh pilihan kiai sebagai pengasuh pesantren dalam menganalisis segmen santri yang berkembang.
Rektor IAI Al-Falah As-Sunniyah Kencong, Jember, Rijal Mumazziq Zionis, hadir sebagai pembanding menyatakan bahwa buku ini adalah buku yang komprehensif tentang dunia Islam kontemporer di Indonesia saat ini.
“Jika dulu ada Zamakhsyari Dhofier, maka sekarang ada senior saya ini, Mas Iksan,” kata Rijal, disambut tepuk tangan ratusan peserta.
Rijal yang juga Ketua PC LTN NU Kota Surabaya ini menambahkan bahwa pesantren memiliki local wisdom yang kadang tak terpikirkan oleh orang luar.
“Konsep langgar atau masjid yang tanpa paku misalnya, itu kan konsep puzzle yang dapat membuat masjid atau musalla dapat bongkar pasang secara mudah,” Rijal mencontohkan.
Selain tulisan Iksan tentang Ideologi Kaum Pesantren, buku ini juga berisi tulisan Syahbudi Rahim yang melihat perdebatan Hubungan Islam dan Negara di Awal Kemerdekaan Indonesia dengan menghadirkan pandangan cendekiawan Hazairin dan Ash-Shiddiqiy.
Nova Efenti Muhammad yang meneliti Nikah Beda Agama di Dua Fatwa MUI tahun 2005 dan 1980 yang menurutnya berbeda. Jika tahun 1980, MUI mengharamkan, maka di fatwa tahun 2005 mereka juga tidak mensahkannya.
Peneliti lain, Muzaiyanah menulis Doktrin Tarekat Tijaniyah di Jawa Timur. Menurut Muzaiyanah, Tarekat Tijaniyah diuntungkan oleh adanya eksodus pengikut Kiai Mustain Ramli yang pada masa Orde Baru ikut Golongan Karya (Golkar).
Saparudin, peneliti dari IAIN Mataram menyoroti penggunaan lembaga pendidikan Islam sebagai wilayah kontestasi ideologi keislaman di dalamnya. (*)